Sosok da’i bukanlah orang sembarangan yang bisa diorbit sebagaimana bisa mengorbitkan
sarjana akademis. Da’i adalah sosok manusia yang memiliki seperangkat hiasan pribadi yang spesifik,
memiliki shibghoh Islami dalam segala aspeknya. Berikut ini kita akan paparkan seputar perangkatperangkat
da’i sebagai sosok manusia yang spesifik.
1. KRITERIA RUHIYAH
Kekuatan ruh merupakan prinsip dalam kepribadian seorang da’i yang tanpa kekuatan ini
seorang da’i ibarat jasad tanpa ruh, begitu pula pada umumnya manusia.
Kekuatan ruh lahir dari aktivitas ruhiyah yang dilakukan oleh seseorang. Sentral aktivitas
ruhiyah adalah ibadah ilallah. Dengan ibadah ruh menjadi kuat, hati terkendali, hati tertundukkan dan
praktis tergiring untuk menyerah dalam pangkuan Islam secara kaffah. Adapun aktivitas ruhiyah
pemacu ruh da’i adalah :
1. Beribadah dengan benar, faham apa yang dibaca, dan merasakan bahwa dirinya sedang bermunajat
dan bermuwajahah dengan Rabbnya.
2. Memelihara sholat-sholat wajib dan sunnat.
3. Memelihara keaktifan sholat jama’ah terutama sholat fajr, (QS 17:78)
4. Mendawamkan sholat malam beberapa rakaat semaksimal mungkin.
5. Menjaga amal-amal ibadah yang sunnat.
6. Tilawatil Qur’an dengan tadabbur, tafahum, secara kontinu.
7. Menjaga wirid-wirid dan dzikir-dzikir ma’surat.
8. Senantiasa merendahkan diri (tawadhu’, khudhu’) kepada Allah dengan berdo’a. Karena do’a intinya
ibadah.
Inilah keharusan bekal yang harus dimiliki sosok seorang da’i. Keberhasilan dalam mengarungi
samudra da’wah akan ditentukan oleh bekal ruhiyah ini. Bekal ini ibaratkan bahan bakar bagi mesin.
Laksana pondasi bagi suatu bangunan , bak akar bagi tegaknya pohon.
2. KRITERIA SULUK (AKHLAQ)
Pada prinsipnya apa yang Allah syari’atkan bertujuan untuk melahirkan prilaku (akhlaq) pribadi
dan sosial. Hal ini sesuai dengan misi utama kerasulan Muhammad saw. Sebagai penyempurna akhlaq
dan menadi rahmat untuk semesta alam. Oleh sebab itu suluk, amalan dan pola hidup seorang da’i harus
sesuai dengan syareat dan perintah Allah.
Adapun keharusan yang mesti diwujudkan dan harus menjadi kepribadian seorang da’i adalah
sebagai berikut ,
1. Beradab dan berakhlaq Islami, meliputi:
a. Rendah hati (iffah ) dan mendahulukan kepentingan orang lain .
Seorang da’i harus bisa bersikap rendah hati dalam segala hal agar dapat dihargai oleh orang
lain, mampu menyampaikan yang harus disampaikan. da’i juga harus bisa mendahulukan
kepentingan umum daripada dirinya sendiri.
b. Bersikap toleransi dan berwawasan luas.
Da’i dituntut untuk memiliki sifat ini, suka memaafkan dan mengutamakan cinta kasih diantara
manusia, tidak egois dan mau menang sendiri. Da’i juga harus memiliki jangkauan kedepan,
tajam analisa tentang sasaran dan tujuan hingga mampu menyingkirkan kendala penghalang,
(QS 33:48)
c. Seorang da’i harus memiliki sikap benar, berani, rela berkorban, satria, zuhud, penyayang dan
muamalah yang baik. Akhlaq ini semua akan mampu membuka hati manusia apabila
dilaksanakan oleh para da’i.
2. Menjauhi hal-hal yang haram.
10 Silabus Materi Mentoring
Dengan menjauhi hal-hal yang haram akan memancarkan nur Rabbani di dalam hatinya serta akan
terlepas dari hawa nafsu, (QS 83:14 )
Orang yang tidak bisa mewujudkan hal tersebut tidak berhak berdiri di shof da’i.
3. Qudwah (contoh amaliyah nyata ).
Semaksimal mungkin da’i harus mampu menjadikan dirinya sebagai gambar hidup dari apa yang di
da’wahkan (Al-Qur’an) sebab da’wah bil hal lebih kuat pengaruhnya dibanding da’wah dengan
konsep.
4. Siap berkorban.
Seorang da’i berfungsi sebagai sopir manusia. Ia harus tampil pertama dalam segala hal sebagi
tauladan, dalam berkorban, berkorban waktu, harta untuk tegaknya kebenaran. Begitu pula
berkorban untuk mencegah segala kemungkinan yang akan menyebabkan kemungkinankemungkinan
negatif dalam Islam.
5. Bertanggung jawab.
Seorang da’i harus berfikir tentang kewajiban dan ruang lingkup tanggung jawabnya sehingga
mampu membimbing ummat kepada amaliah Islamiyah.
3. KRITERIA PEMIKIRAN
Pemikiran seorang da’i adalah hal yang daruri, mutlak dituntut. Bagaimana tidak, seorang da’i sebagai
transformer Islam kepada mad’unya. seorang da’i yang tidak memiliki pemikiran atau hujjah yang kuat
serta penalaran yang memadai tidak mungkin dapat diterima oleh mad’unya. Lebih dari itu Islam sebagai
bahan yang dida’wahkan sedangkan Islam sendiri itu adalah aqo’id, dan pemikiran, prinsip-prinsip serta
hukum yang semuanya itu menuntut kemampuan seorang da’i di dalam mengemukakan nalar dan
hujjahnya secara tepat dan mantap. Mampu menjelaskan bahwa Islan itu adalah dien yang benar dan
sempurna pembawa rahmat dan kedamaian dunia akhirat. Maka untuk itu da’i harus memperhatikan
hal-hal berikut ini:
v Kejelasan konsep/fikroh da’wah yang diserukan.
Da’i dituntut agar fikroh dan da’wahnya benar-benar mantap dan jelas baik yang bersangkutan
dengan ruhiyah, akhlaq, sosial, ekonomi, politik. Terlebih-lebih hal-hal ynag bersifat mendasar
seperti masalah aqo’id dan hal semacamnya. Da’i harus berusaha untuk menguasainya. Jika tidak
maka maka da’i tidak mampu membawa ummat kepada saasaran yang dikehendaki da’wah itu
sendiri.
v Faham dan menguasai misi dan fikroh yang dibawanya.
Tidak boleh tidak bahwa seorang da’i harus memiliki pemahaman plus dari mad’unya, oleh karena
itu ia dituntut bisa menguasai pemahaman ‘ulumuddin yang cukup dalam berbagai seginya.
Perkaranya bagaimana mungkin orang yang tidak mempunyai sesuatu, bisa memberikan sesuatu.
Orang jahil bisa mengajarkan ilmu, orang yang tidak faham memahamkan orang lain, suatu hal yang
mustahil secara logika.
v Mempunyai wawasan Islam yang luas.
Lebih jauh dari yang dijelaskan di atas seorang da’i tidak cukup hanya dengan faham atau menguasai
saja. Ia dituntut memiliki wawasan ilmiyah Islamiyah yang luas (tsaqofah Islamiyah). Mengetahui
berbagai perisrtiwa dan kejadian penting, pasang surutnya pergolakan sosial, politik dalam dan luar
negeri, berbagai ketimpangan atau macam macam aliran yang berkembang. Hal itu semuanya bisa
diketahui tentang latar belakang atau sebab musababnya. Berangkat dari sini maka untuk da’i masa
kini sangat perlu sekali mempelajari hal-hal sebagai berikut :
1. Kenyataan yang terjadi dalm dunia Islam.
Untuk mengetahui tentang krisis geografi, ekonomi, politik, penyebaran penduduk, sebabseebab
keterbelakangan dan perpecahannya serta berbagai macam problemanya.
2. Kekuatan musuh yang menentang, khususnya adalah kekuatan Yahudi internasional, komunis,
dan Salib internasional.
3. Adanya agama-agama yang sezaman dengan Yahudi, Masehi dan Budha.
3. Adanya berbagai jenis anutan politik seperti komunis, materialis, kapitalis, demokrasi dan
diktator yang berbeda konsep dan pelaksanaannya.
Lembaga Pengembangan Potensi Insani (LP2I) Bandung 11
4. Munculnya gerakan gerakan yang bersifat lokal maupun internasional yang berbau politik, baik
yang secara parsial maupun integral, hal ini dipelajari di dunia Islam.
5. Krisis pemikiran yang fundamental. Yakni bercokolnya sekulerisme di dunia Islam semacam
liberalisme dan nasionalisme.
6. Fikroh-fikroh yang saling bertikai dan berpecah belah. Seperti yang paling santer adalah Al
Bahaiyah dan Al Qodiyaniyah.
7. Kenyataan lingkungan sekitar (sosiologi).
Da’i dituntut untuk mengenal dan mempelajari alam dan lingkungan sekitarnya dimana ia tinggal atau
berda’wah. Mengenal adat istiadat, sosila ekonomi, mata pencaharian, budaya dan lain sebagainya. Hal
in dimaksudkan untuk bisa menyampaikan da’wah sesuai dengan kondisi masyarakatnya.
4. KONTINUITAS DALAM BELAJAR
Kriteria in sangat penting sekali bagi seorang da’i. Tanpa belajar yang kontinyu ia akan terlindas
zaman yang ia tapaki, akan ketinggalan kereta dalam informasi dan pengetahuan. Maka idealnya seorang
da’i mempunyai perpustakaan pribadi di rumahnya, tekun membaca dan menelaah kitab yang baru atau
lama. Tekun mencari berbagai informasi dan pengetahuan baru. Dengan usaha seperti ini maka da’i
akan mampu berda’wah dengan materi yang aktual dan up to date. Mampu membawa misi risalah
dengan tepat dan dapat diterima, logis dan luwes.
Referensi : Abu I’dad, Agenda Da’wah: Langkah-langkah Da’wah Manhaji
12 Silabus Materi Mentoring
PANDUAN
BELAJAR TEKNOLOGI PENDIDIKAN
INOVASI TANPA HENTI DEMI CITA HARI NANTI
Senin, 06 Februari 2012
Kamis, 05 Januari 2012
Kasihsayang sesama Muslim
Rasulullah saw diutus oleh Allah SWT ke muka bumi ini sebagai rahmat atau kasih sayang Allah kepada seluruh alam. Beliau adalah contoh manusia sempurna yang layak menjadi teladan bagi seluruh umat manusia, khususnya bagi mereka yang mengharapkan rahmat Allah dan kesuksesan akhirat, di samping kesuksesan dunia. Tentu saja kehadiran beliau sebagai utusan Allah SWT kepada umat manusia adalah tidak sekadar sebagai pribadi Muhammad saw, melainkan sebagai rasul pembawa risalah Islam yang penerapannya adalah pasti mewujudkan rahmat bagi seluruh umat manusia, bahkan seluruh alam. Salah satu di antara syariat pembawa rahmat itu adalah ajaran tentang sifat rahmat atau kasih sayang itu sendiri yang merupakan bagian dari akhlak yang baik menurut syariat Islam. Syariat memotivasi dan memerintahkan kita umat Islam untuk memiliki akhlak itu. Bahkan syariah Islam memberikan berbagai gambaran tentang rahmat atau kasih sayang itu dalam berbagai bentuk. Di antaranya adalah kita diminta untuk bersikap rendah hati kepada sesama orang beriman, sesama muslim. Apa pun kedudukan sosial ekonomi dan politiknya; apa pun suku bangsa, ras, dan bahasanya; seorang muslim harus kita hormati dan tidak kita hadapi dengan sikap arogan. Sebab, pada hakikatnya seorang muslim yang satu dengan muslim yang lain adalah laksana satu tubuh. Mereka bagaikan kepala dengan kaki, bagaikan mulut dengan perut. Di dalam sahih Al-Bukhari diriwayatkan dari Nukman bin Basyir yang mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, ''Engkau lihat orang-orang Mukmin di dalam saling kasih sayang, hubungan yang hangat, dan merasakan, di antara mereka, seperti tubuh. Jika salah satu anggota tubuh mengeluh, maka seluruh tubuh itu akan merasakan demam dan tidak bisa tidur.'' Wajarlah sesama muslim saling hormat dan saling merendah, bukan saling merendahkan dan menghinakan. Lebih dari itu, mereka saling menyayangi dan bergaul dengan penuh kehangatan dan kekompakan. Laksana satu tubuh. Bahkan sikap ramah ini juga ditunjukkan kepada non-Muslim yang menghargai integritas kaum muslimin dan mengakui kedaulatan syariat Islam, sekalipun mereka tidak mengimani Islam. Dalam Sunan Al-Baihaqi diriwayatkan suatu hadis dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash RA bahwa Rasulullah saw bersabda, ''Orang-orang yang bersifat pengasih akan dikasihi oleh Allah Ar-Rahman, kasihilah siapa saja di muka bumi niscaya kalian akan dikasihi para penghuni langit.'' Tentu saja, bagi orang-orang kafir yang memusuhi kaum muslim, tidak pada tempatnya kaum muslimin menyayangi mereka. Sebagaimana Allah SWT berfirman, ''Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.'' (QS Al-Fath: 29). Oleh karena itu, marilah kita kembangkan kasih sayang ini sebagaimana tuntunan Yang Paling Penyayang di antara para penyayang. Siapa lagi yang menyayangi saudara kita sesama muslim kalau bukan kita sendiri yang muslim karena tidak mungkin orang kafir memberikan kasih sayangnya kepada kaum muslim tanpa ada udang di balik batu. |
Keadilan Dalam Hukum | ||
Suatu ketika, Urwah bin az-Zubair, salah seorang sahabat Nabi, bercerita kepada Az-Zuhri tentang kejadian yang ia saksikan sewaktu Nabi hidup. Ketika itu, katanya, Urwah melihat ada seorang wanita bernama Fatimah al-Makhzumiyyah, putri ketua suku Al-Makhzumi, pada hari Fathu Mekah yang kedapatan mencuri. Maka, kaumnya meminta kepada Usamah bin Zaid yang terkenal dekat dengan Nabi, karena ayahnya, Zaid bin Haritsah, adalah anak angkat Nabi. Mereka menemui Usamah dan memintanya agar menolong putri kepala suku itu sehingga nantinya tidak akan dihukum oleh Nabi. Maka, datanglah Usamah menemui Nabi dengan menceritakan maksud dan tujuan kedatangannya. Mendengar perkataan Usamah, berubahlah roman muka Nabi. Beliau berkata, ''Apakah engkau akan mempersoalkan ketentuan hukum yang sudah ditetapkan oleh Allah?'' Usamah kemudian berkata, ''Maafkan aku ya Rasul Allah.'' Menjelang sore hari, Rasulullah SAW berdiri di depan para sahabatnya sambil berkhutbah dengan terlebih dahulu memuji Allah karena Dialah pemilik segala pujian: ''Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kalian semua adalah disebabkan oleh perbuatan mereka sendiri. Ketika salah seorang yang dianggap memiliki kedudukan dan jabatan yang tinggi mencuri, mereka melewatkannya atau tidak menghukumnya. Namun, ketika ada seorang yang dianggap rendah, lemah dari segi materi, ataupun orang miskin yang tidak memiliki apa-apa, dan orang-orang biasa, mereka menghukumnya. Ketahuilah, demi Zat yang jiwa Muhammad berada di dalam kekuasaan-Nya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, aku akan memotong tangannya.'' (HR Bukhari no 4.304). Setelah itu, Nabi menyuruh untuk memotong tangan Fatimah al-Makhzumiyyah tersebut. Dan setelah pelaksanaan hukuman itu selesai, Nabi menyatakan bahwa tobatnya telah diterima oleh Allah. Dan, perempuan itu menjalani hidupnya secara normal, menikah, dan bekerja seperti biasa. Hingga suatu ketika ia datang kepada Aisyah untuk mengajukan suatu kebutuhan pada Nabi dan beliau menerimanya. Hadis yang memuat cerita seperti di atas juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Sahih-nya, Imam Al-Tirmidzi dalam Sunan-nya, Imam Abu Daud dalam Sunan-nya, Imam Al-Nasai dalam Sunan-nya, Imam Ibnu Majah dalam Sunan-nya, Imam Ahmad bin Hambal dalam Musnad-nya, dan juga Imam Malik bin Anas dalam Al-Muwaththa-nya. Dengan demikian hadis ini bisa dipastikan kesahihannya karena diriwayatkan hampir oleh imam-imam ahli hadis. Nabi ingin mengajarkan kepada umat manusia untuk tidak membeda-bedakan satu orang dengan yang lainnya dalam hukum. Semua orang sama, tidak ada yang kebal hukum. Karena, pembedaan dalam hukum merupakan sumber kehancuran umat-umat sebelum kita. Krisis ekonomi berkepanjangan, bangsa yang selalu dirundung persoalan, gejolak sosial yang hebat, merupakan imbas dari adanya hukum yang tidak adil. Hukum adalah hukum, ia harus mengenai siapa pun yang terkait dengannya. Ini yang diharapkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan tujuan mencapai keadilan yang hakiki. Sumber : Republika Online |
Problematika umat
Problematika umat
Populasi umat Islam saat ini kurang lebih seperempat dari seluruh jumlah penduduk dunia yang mencapai 6 milyar orang. Ini tentu bukan jumlah yang bisa dibilang sedikit apabila kita bandingkan dengan populasi umat dari agama yang lain. Namun jumlah yang besar ini tidak otomatis menempatkan umat Islam pada posisi depan peradaban dunia (paling tidak untuk saat ini). Hampir dua pertiga dari negara dengan populasi umat islam yang besar termasuk dalam golongan dunia ketiga alias negara berkembang (catatan : mentor kemudian menyebutkan contoh-contoh negara-negara berpopulasi Islam besar yang saat ini masih dalam kondisi yang memprihatinkan).
Lemahnya negara-negara dengan populasi islam besar tentu sesuatu yang sangat ironis, mengingat di hampir seluruh negara islam atau di daerah yang dihuni komuitas Islam rata-rata adalah daerah dengan SDA yang melimpah. Hampir 80 % cadangan minyak bumi dan gas alam berada di negeri-negeri yang berpopulasi muslim besar seperti negara-negara di Timur tengah, Indonesia, Malaysia, Brunai , Afghanistan, Chechnya, dan Yunan (daerah di kawasan Cina).Minyak bumi adalah bahan bakar utama industri saat ini. Amerika, produksi minyak dalam negerinya hanya mampu memenuhi 10 % kebutuhan dalam negeri. Sisanya, mereka mengimport dari luar (atau dengan ‘membajak’ negeri-negeri muslim semisal : Afghanistan, Irak, dan sebentar lagi Iran, Syria, dan Sudan). Hal serupa juga dialami negara-negara di kawasan Eropa.
Sekilas, ketika kita melihat kondisi kita yang surplus, kita boleh bilang bahwa umat Islam memegang peran penting saat ini. Namun kenyataannya sungguh berbeda 180 derajat. Umat ini sangat tergantung dari negeri-negeri kafir semacam Amerika dan negara-negara Eropa. Bahkan harga minyak duhnia mampu mereka kendalikan, sehingga membawa keutntungan di pihak mereka. Dalam sektor ekonomi, negeri-negeri muslim masih terikat hutang dengan negara-negara Barat. Hal ini diperparah dengan rusaknya akhlaq kaum muslimin karena budaya-budaya barat yang secara sporadis digulirkan ke negeri-negeri muslim.
Kelemahan-kelemahan di atas menyebabkan posisi tawar dunia Islam terhadap Barat menjadi lemah, baik dalam hal diplomasi maupun dalam hal perang. Ketika terjadi kasus atau konflik di dunia Islam, maka yang bakal dirugikan adalah negara Islam itu sendiri. Sebagai contoh, hari ini neger-negeri Islam tidak kuasa untuk melawan Israel di Palestina, atau mencegah agresi militer Amerika ke Afghanistan dan Iraq. (Sekedar catatan : jumlah manusia muslim di dunia arab saja – tidak termasuk negeri-negeri islam di Asia – mencapai 350 juta orang. Jumlah penduduk Yahudi yang mengangkangi tanah Palestina cuma 5 juta orang. Mengapa tidak ada tindakan riil umat islam dan negara-negara arab untuk membela saudara-saudaranya yang tertindas ?! Logika yang paling bisa menjelaskan adalah : kelemahan umat ini dihadapan kaum kuffar yang berwujud Amerika, Israel, dan negara-negara barat yang senantiasa memusuhi umat ini !)
Bagaimana mungkin kita akan memiliki posisi yang kuat kalau kita lemah dalam segala bidang, bahkan kekuatan paling hakiki berupa aqidah yang kuat dan akhlaq yang mulia juga telah tercabut. Sungguh kita perlu mengingat perkataan Khalifah Umar bin Khattab r.a, “Aku lebih takut kepada maksiat kalian, daripada dengan kekuatan musuh kalian !”
Mengurai Akar Permasalahan Umat
1. Kelemahan Internal
Kekuatan dan kelemahan yang hakiki bersumber dari dalam tubuh umat, bukan pada faktor eksternal. Disini berarti kelemahan ummat adalah karena jauhnya ummat dari Allah, karena banyaknya maksiat umat kepada perintah Allah, sedikitnya ketaatan kita kepada berbagai perintah Allah dan Rasul-Nya. Beberapa factor penghancur eksistensi ummat Islam tersebut adalah :
a. Fanatisme golongan
Contoh : hubungan yang tidak harmonis antara NU dan Muhammadiyah, menjelang pemilu orang Islam cenderung konflik hanya karena partai mereka berbeda, di Timur tengah – akonflik tidak ujung usai karena tidak ada kesatuan pendapat di antara negeri-negeri islam. “ Dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu serta bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al Anfal : 46)
b. Kebodohan yang menyebabkan keterbelakangan
Kenyataan ini dikarenakan umat islam meninggalkan ilmu-ilmu terapan, ilmu-ilmu kauniyah (yang terdapat/tergambar di alam semesta) dan menggantinya dengan kegiatan-kegiatan bodoh yang kurang bermanfaat, seperti nongkrong tanpa tujuan jelas, banyak bermaksiat, malas menuntut ilmu, dan berdebat dengan hal-hal kecil yang tidak terasa manfaatnya di dunia nyata.
Islam adalah agama yang menekankan umatnya untuk menuntut ilmu, banyak-banyak membaca dan mempelajari peristiwa-peristiwa alam (ingat wahyu pertama Allah kepada Muhammad SAW, “Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan” (Al Alaq : 1). Perintah membaca adalah perintah pertama Allah kepada manusia di bumi ) . Umat ini merindukan sosok seperti Dr. Harun Yahya yang mengembangkan science islami sepenuh hidupnya. Umat ini juga merindukan sosok seperti dr. Motia Khaled Al – Asir, seorang ahli mata asal Palestina yang karena dedikasinya pada kemanusiaan pada tahun 2004 ini dianugerahi British Empire Medal oleh ratu Elizabeth II dari Inggris. Umat ini membutuhkan individu-individu yang membawa kemuliaan nama islam…
c. Pemahaman yang tidak utuh tentang islam
Islam adalah agama yang sempurna (syamil) dan menyempurnakan (mutakamil) yang seharusnya menghajatkan kepada kita untuk memahaminya secara menyeluruh. Namu yang terjadi saat ini ada sebagian umat yang memahami Islam hanya pada saat melakukan ritual-ritual saja, sehingga sebagian waktunya dihabiskan untuk berdzikir tanpa menyentuh kehidupan dan urusan dunia. Ada sebagian uamt yang hanya menekankan pada aspek aqidah dan fiqh. Dari sekian banyak fenomena, yang terparah adalah pola pikir yang masih memisahkan antara agama dengan urusan-urusan dunia (sekulerisme). Hal inilah yang menyebabkan pemahaman umat islam hanya sebatas pada ibadah ritual dan itupun kurang lengkap. Akibatnya, terjadi ketidaksinkronan antara ibadah dan amal (STMJ = sholat terus maksiat jalan , SIKIL = Sholat Iya KorupsI ngga’ Lupa, dll).
d. Kecintaan kepada dunia
Tenggelam dalam aneka kemewahan dan kenikmatan, serta respek terhadap pemenuhan kesenangan dan syahwat. Inilah penyakit umat yang oleh Rasulullah disebut sebagai wahn (cinta dunia dan takut mati).
e. Penyalahgunaan amanah
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya….” (Annisa’ : 58)
“Barangsiapa yang mengangkat seseorang untuk mengurusi perkara kaum muslimin, lalu mengangkat orang tersebut, sementara ia mendapati orang yang lebih layak dan sesuai daripada orang yang diangkatnya, maka ia telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (Al Hadits)
2. Kelemahan Eksternal
“Orang Yahudi dan orang nasrani tidak akan rela kepadamu, hingga engkau mengikuti agam mereka. Katakanlah : sesungguhnya petunjuk Allah itulah sebenar-benar petunjuk. Dan apabila engkau turuti kemauan mereka sesudah dating kepadamu pengetahuan, tentu Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolongmu” (Al Baqarah : 120)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil orang-orang Yahudi dan Kristen menjadi pemimpin, sebagian dari mereka menjadi pemimpin bagi yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka orang itu termasuk pada golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi hidayah pada orang-orang yang dzolim” (Al Ma’idah : 55)
NB : Kedua ayat di atas wajib disampaikan pada peserta mentoring, dengan memahamkan pula maknanya dan implikasi (penerapan) dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Di saat umat ini terlena dengan kehidupan yang bermewah-mewah dan suasana jahiliyah, musuh-musuh islam yang ada di luar menggunakan keempatan ini untuk menghancurkan eksistensi umat. Skenario yang diterapkan adalah : menjauhkan umat ini dari Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW. Dengan demikian, umat ini akan mudah terjerumus dalam perangkap mereka dan dengan mudah musuh-musuh islam mengembalikan mereka kepada kekafiran (tidak musti kafir secara fisik, bisa juga kafir secara batin dan pemikiran).
Hal ini setidaknya pernah dikatakan Jaladiston laknatullah ‘alaih pada sidang parlemen di Inggris. Ia saat itu mengacungkan Alquran sambil mengatakan, “Jika kalian ingin menguasai negeri-negeri islam, maka kalian terlebih dahulu harus mampu merobek-robek Alquran”. Ada seorang anggota parlemen yang merebur Alquran dari tangan Jaladiston, merobek-robeknya hingga berhamburan di lantai. Ia berteriak, “Lihat ! Aku telah merobek-robek Alquran.” Sambil mengejek Jaladiston berujar, “Bodoh kamu ! Bukan itu yag kumaksud dengan merobek-robek Alquran. Yang kumaksud adalah dengan menjauhkan Alquran dari hati umat Islam.” Dan mimpinya kini hampir berhasil…..
Musuh-musuh islam melakukan apa yang dikatakan Jaladiston dengan berbagai metode dan cara, antara lain :
1. Perang pemikiran (Ghazwul Fikri)
Dengan slogan 3 F (Fun, Food, Fashion) musuh-musuh Islam berhasil membuat umat ini lemah dari sisi aqidah dan akhlaq. Dengan fun, mereka menciptakan gaya hidup bermewah-mewah (hura-hura, diskotek, clubbing, narkoba) yang identik dengan kejahiliyahan (kondisi ini tak jauh beda dari kondisi umat manusia di Makkah sebelum Islam hadir). Dengan food, mereka mengajak umat ini untuk beralih ke aqidah selain Islam. Dan dengan fashion, mereka membuat generasi muda islam terombang-ambing dengan budaya jahiliyah.
2. Westernisasi (pembaratan)
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, pembaratan yang dilakukan musuh-musuh Islam dilakukan di segala lini, termasuk pemikiran. Saat ini dikenal orang Islam yang memiliki pemikiran tidak seperti seorang muslim (seperti Abdullah bin Ubay, munafik di madinah di zaman Rasulullah SAW) seperti mereka yang mengaku JIL (jaringan Islam Liberal), LkiS (Lembaga Kajian islam dan Sosial), JIMM (jaringan intelektual muda muhammadiyah) dan banyak lagi.
3. Kristenisasi
Ini dilakukan oleh musuh-musuh Islam dengan berbagai cara. Tujuan utamamereka bukan mengkristenkan secara langsung, akan tetapi membuat umat ini lalai dan jauh dari Alquran dan Sunnah Rasul (melalui musik, narkoba, dan berbagai macam cara lainnya)
Solusi mengatasi problematika umat :
1. Umat Islam harus menerapkan ajaran islam dalam kehidupannya secara menyeluruh
2. Mendidik generasi muda islam dengan manhaj (metode) yang benar, syamil (sempurna) dan mutakamil (menyeluruh)
3. Mempersiapkan kekuatan semaksimal mungkin untuk mengantisipasi serangan musuh-musuh Islam (Al Anfal : 60)
4. Dakwah dan jihad dengan sungguh-sungguh
Epistemologi
EPISTEMOLOGI
A. Pendahuluan
Ada tiga hal pokok yang muncul bila manusia berpikir, yaitu : hal tentang ada yang menjadi bahasan ontologi, hal tentang pengetahuan akan kebenaran sejati yang menjadi bahasan epistemologi, dan hal tentang nilai yang menjadi bahasan aksiologi. Epistemologi merupakan salah satu objek kajian dalam filsafat, dalam pengembangannya menunjukkan bahwa epistemologi secara langsung berhubungan secara radikal (mendalam) dengan diri dan kehidupan manusia. Pokok kajian epistemologi akan sangat menonjol bila dikaitan dengan pembahasan mengenai hakekat epistemologi itu sendiri. Secara linguistic kata "Epistemologi" berasal dari bahasa Yunani yaitu: kata "Episteme" dengan arti pengetahuan dan kata "Logos" berarti teori, uraian, atau alasan. Epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan yang dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah theory of knowledge. Istilah epistemologi secara etimologis diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar dan dalam bahasa Indonesia lazim disebut filsafat pengetahuan. Secara terminologi epistemologi adalah teori mengenai hakikat ilmu pengetahuan atau ilmu filsafat tentang pengetahuan.
Epistemologi juga disebut sebagai cabang filsafat yang relevansi dengan sifat dasar dan ruang lingkup pengetahuan, pra-anggapan-pra-anggapan, dan dasar-dasarnya, serta rehabilitas umum dari tuntutan akan pengetahuan. Epistemologi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mengkaji asal mula, struktur, metode, dan validity pengetahuan. Berdasarkan berbagai defenisi itu dapat diartikan, bahwa epistemologi yang berkaitan dengan masalah-masalah yang meliputi :
a. Filsafat, yaitu sebagai cabang filsafat yang berusaha mencari hakikat dan kebenaran pengetahuan.
b. Metode, sebagai metode bertujuan mengatur manusia untuk memperoleh pengetahuan.
c. Sistem, sebagai suatu sistem bertujuan memperoleh realitas kebenaran pengetahuan itu sendiri.
Masalah utama dari epistemologi adalah bagaimana cara memperoleh pengetahuan, begitu luasnya tentang epistemologi, maka dalam bahasan ini akan dijelaskan tentang masalah urgensi (pentingnya) epistemologi, metode-metode untuk memperoleh pengetahuan, dan apa yang diungkapkan oleh metode tersebut. Istilah "Epistemologi" dipakai pertama kali oleh J. F. Feriere dari Institute of Metaphysics pada tahun 1854 Masehi, dengan tujuan membedakan antara 2 cabang filsafat yaitu : epistemologi dengan ontology
B . Urgensi Epistemologi
Sebenarnya baru dapat dikatakan berpengetahuan apabila telah sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan epistemologi artinya pertanyaan epistemologi dapat menggambarkan manusia mencintai pengetahuan. Hal ini menyebabkan eksistensi epistemologi sangat urgen untuk menggambar manusia berpengetahuan yaitu dengan jalan menjawab dan menyelesaikan masalah-masalah yang dipertanyakan dalam epistemologi. Makna pengetahuan dalam epistemologi adalah nilai tahu manusia tentang sesuatu sehingga ia dapat membedakan antara satu ilmu dengan ilmu lainnya. Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap yang dapat diketahui tentang sesuatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tak langsung turut memperkaya kehidupan manusia, sukar untuk dibayangkan bagaimana kehidupan manusia seandainya tidak ada pengetahuan sebab urgensi pengetahuan bagi berbagai pengetahuan yang muncul dalam kehidupan.
SUMBER - SUMBER PENGETAHUAN
Sumber pertama yaitu kepercayaan berdasarkan tradisi, adat dan agama, adalah berupa nilai-nilai warisan nenek moyang. Sumber ini biasanya berbentuk norma-norma dan kaidah-kaidah baku yang berlaku di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam norma dan kaidah itu terkandung pengetahuan yang kebenarannya boleh jadi tidak dapat dibuktikan secara rasional dan empiris, tetapi sulit dikritik untuk diubah begitu saja. Jadi, harus diikuti dengan tanpa keraguan, dengan percaya secara bulat. Pengetahuan yang bersumber dari kepercayaan cenderung bersifat tetap (mapan) tetapi subjektif.
Sumber kedua yaitu pengetahuan yang berdasarkan pada otoritas kesaksian orang lain, juga masih diwarnai oleh kepercayaan. Pihak-pihak pemegang otoritas kebenaran pengetahuan yang dapat dipercayai adalah orangtua, guru, ulama, orang yang dituakan, dan sebagainya. Apa pun yang mereka katakan benar atau salah, baik atau buruk, dan indah atau jelek, pada umumnya diikuti dan dijalankan dengan patuh tanpa kritik. Karena, kebanyakan orang telah mempercayai mereka sebagai orang-orang yang cukup berpengalaman dan berpengetahuan lebih luas dan benar. Boleh jadi sumber pengetahuan ini mengandung kebenaran, tetapi persoalannya terletak pada sejauh mana orang-orang itu bisa dipercaya. Lebih dari itu, sejauh mana kesaksian pengetahuannya itu merupakan hasil pemikiran dan pengalaman yang telah teruji kebenarannya. Jika kesaksiannya adalah kebohongan, hal ini akan membahayakan kehidupan manusia dan masyarakat itu sendiri.
Sumber ketiga yaitu pengalaman indriawi. Bagi manusia, pengalaman indriawi adalah alat vital penyelenggaraan kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit, orang bisa menyaksikan secara langsung dan bisa pula melakukan kegiatan hidup.
Sumber keempat yaitu akal pikiran. Berbeda dengan panca indera, akal pikiran memiliki sifat lebih rohani. Karena itu, lingkup kemampuannya melebihi panca indera, yang menembus batas-batas fisis sampai pada hal-hal yang bersifat metafisis. Kalau panca indera hanya mampu menangkap hal-hal yang fisis menurut sisi tertentu, yang satu persatu, dan yang berubah-ubah, maka akal pikiran mampu menangkap hal-hal yang metafisis, spiritual, abstrak, universal, yang seragam dan yang bersifat tetap, tetapi tidak berubah-ubah. Oleh sebab itu, akal pikiran senantiasa bersikap meragukan kebenaran pengetahuan indriawi sebagai pengetahuan semu dan menyesatkan. Singkatnya, akal pikiran cenderung memberikan pengetahuan yang lebih umum, objektif dan pasti, serta yang bersifat tetap, tidak berubah-ubah.
Sumber kelima yaitu intuisi. Sumber ini berupa gerak hati yang paling dalam. Jadi, sangat bersifat spiritual, melampaui ambang batas ketinggian akal pikiran dan kedalaman pengalaman. Pengetahuan yang bersumber dari intuisi merupakan pengalaman batin yang bersifat langsung. Artinya, tanpa melalui sentuhan indera maupun olahan akal pikiran. Ketika dengan serta-merta seseorang memutuskan untuk berbuat atau tidak berbuat dengan tanpa alasan yang jelas, maka ia berada di dalam pengetahuan yang intuitif. Dengan demikian, pengetahuan intuitif ini kebenarannya tidak dapat diuji baik menurut ukuran pengalaman indriawi maupun akal pikiran. Karena itu tidak bisa berlaku umum, hanya berlaku secara personal belaka (Suhartono, 2008).
C . Metode Untuk Memperoleh Pengetahuan
Kata metode berasal bahasa Yunani yaitu kata "methos" yang terdiri dari unsur kata berarti cara, perjalanan sesudah, dan kata "kovos" berarti cara perjalanan, arah. Metode merupakan kajian atau telaah dan penyusunan secara sistematik dari beberapa proses dan asas-asas logis dan percobaan yang sistematis yang menuntun suatu penelitian dan kajian ilmiah. Pertanyaan utama dalam permasalahan epistemologi (pengetahuan) yang dimunculkan dan dibahas adalah mengenai bagaimana cara memperoleh tentang pengatahuan? atau lebih tepatnya bagaimana metode untuk memperoleh pengetahuan?. Menurut kajian epistemologi terdapat beberapa metode untuk memperoleh pengetahuan, diantaranya adalah :
1. Metode Empirisme
Menurut paham empirisme, metode untuk memperoleh pengetahuan didasarkan pada pengalaman yang bersifat empiris, yaitu pengalaman yang bisa dibuktikan tingkat kebenarannya melalui pengamalan indera manusia. Seperti petanyaan-pertanyaan bagaimana orang tahu es membeku? Jawab kaum empiris adalah karena saya melihatnya (secara inderawi/panca indera), maka pengetahuan diperoleh melalui perantaraan indera. Menurut John Locke (Bapak Empirisme Britania) berkata, waktu manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis buku catatan kosong, dan didalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman indera. Akal merupakan sejenis tempat penampungan, yang secara prinsip menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Proses terjadinya pengetahuan menurut penganut empirisme berdasarkan pengalaman akibat dari suatu objek yang merangsang alat inderawi, kemudian menumbuhkan rangsangan saraf yang diteruskan ke otak. Di dalam otak, sumber rangsangan sebagaimana adanya dan dibentuklah tanggapan-tanggapan mengenai objek yang telah merangsang alat inderawi ini. Kesimpulannya adalah metode untuk memperoleh pengetahuan bagi penganut empirisme adalah berdasarkan pengalaman inderawi atau pengalaman yang bisa ditangkap oleh panca indera manusia.
2. Metode Rasionalisme
Berbeda dengan penganut empirisme, karena rasionalisme memandang bahwa metode untuk memperoleh pengetahuan adalah melalui akal pikiran. Bukan berarti rasionalisme menegasikan nilai pengalaman, melainkan pengalaman dijadikan sejenis perangsang bagi akal pikiran untuk memperoleh suatu pengetahuan. Menurut Rene Descartes (Bapak Rasionalisme), bahwa kebenaran suatu pengetahuan melalui metode deduktif melalui cahaya yang terang dari akal budi. Maka akal budi dipahamkan sebagai :
a. Sejenis perantara khusus, yang dengan perantara itu dapat dikenal kebenaran.
b. Suatu teknik deduktif yang dengan memakai teknik tersebut dapat ditemukan kebenaran-kebenaran yaitu dengan melakukan penalaran.
Fungsi pengalaman inderawi bagi penganut rasionalisme sebagai bahan pembantu atau sebagai pendorong dalam penyelidikannya suatu memperoleh kebenaran.
3. Metode Fenomenalisme
Immanuel Kant adalah filsuf Jerman abad XX yang melakukan kembali metode untuk memperoleh pengetahuan setelah memperhatikan kritikan-kritikan yang dilancarkan oleh David Hume terhadap pandangan yang bersifat empiris dan rasionalisme. Menurut Kant, metode untuk memperoleh pengetahuan tidaklah melalui pengalaman melainkan ditumbuhkan dengan pengalaman-pengalaman empiris disamping pemikiran akal rasionalisme. Ada empat macam pengetahuan menurut Kant :
a.Pengetahuan analisis a priori yaitu pengetahuan yang dihasilkan oleh analisa terhadap unsur-unsur pengetahuan yang tidak tergantung pada adanya pengalaman, atau yang ada sebelum pengalaman.
b.Pengetahuan sintesis a priori, yaitu pengetahuan sebagai hasil penyelidikan akal terhadap bentuk-bentuk pengalamannya sendiri yang mempersatukan dan penggabungan dua hal yang biasanya terpisah.
c.Pengetahuan analitis a posteriori, yaitu pengetahuan yang terjadi sebagai akibat pengalaman.
d.Pengetahuan sintesis a posteriori yaitu pengetahuan sebagai hasil keadaan yang mempersatukan dua akibat dari pengalaman yang berbeda.
Menurut Kant, syarat dasar bagi ilmu pengetahuan adalah:
a.Bersifat umum dan bersifat perlu mutlak.
b.Memberi pengetahuan yang baru.
Pengetahuan tentang gejala (phenomenon) merupakan pengetahuan yang paling sempurna, karena ia dasarkan pada pengalaman inderawi dan pemikiran akal, jadi Kant mengakui dan memakai empirisme dan rasionalisme dalam metode fenomenologinya untuk memperoleh pengetahuan.
4. Metode Intuisionisme
Metode intuisionisme adalah suatu metode untuk memperoleh pengetahuan melalui intuisi tentang kejadian sesuatu secara nisbi atau pengetahuan yang ada perantaraannya. Menurut Henry Bergson, penganut intusionisme, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui suatu pengetahuan secara langsung. Metode intuisionisme adalah metode untuk memperoleh pengetahuan dalam bentuk perbuatan yang pernah dialami oleh manusia. Jadi penganut intuisionisme tidak menegaskan nilai pengalaman inderawi yang bisa menghasilkan pengetahuan darinya. Maka intuisionisme hanya mengatur bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi.
5. Pada metode ilmiah, untuk memperoleh pengetahuan dilakukan dengan cara menggabungkan pengalaman dan akal pikiran sebagai pendekatan bersama dan dibentuk dengan ilmu. Metode ilmiah diawali dengan pengalaman-pengalaman dan dihubungkan satu sama lain secara sistematis dengan fakta-fakta yang diamati secara inderawi. Untuk memperoleh pengetahuan dengan metode ilmiah dibuktikan hipotesa, yaitu usulan penyelesaian berupa saran dan sebagai konsekuensinya harus dipandang bersifat sementara dan memerlukan verifikasi dalam proses hipotesis ini. Kegiatan akal bergerak keluar dari pengalaman mencari suatu bentuk untuk didalamnya disusun fakta-fakta secara nyata. Untuk memperkuat hipotesa dibutuhkan dua bahan-bahan bukti :
a.Bahan-bahan keterangan yang diketahui harus cocok dengan hipotesa tersebut. b.Hipotesa itu harus meramalkan bahan-bahan yang dapat diamati yang memang demikian keadaannya. Pada metode ilmiah dibutuhkan proses peramalan dengan deduksi. Deduksi pada hakikatnya bersifat rasionalistis dan merupakan suatu faktor penting didalam metode ilmiah.
5. Pada metode ilmiah, untuk memperoleh pengetahuan dilakukan dengan cara menggabungkan pengalaman dan akal pikiran sebagai pendekatan bersama dan dibentuk dengan ilmu. Metode ilmiah diawali dengan pengalaman-pengalaman dan dihubungkan satu sama lain secara sistematis dengan fakta-fakta yang diamati secara inderawi. Untuk memperoleh pengetahuan dengan metode ilmiah dibuktikan hipotesa, yaitu usulan penyelesaian berupa saran dan sebagai konsekuensinya harus dipandang bersifat sementara dan memerlukan verifikasi dalam proses hipotesis ini. Kegiatan akal bergerak keluar dari pengalaman mencari suatu bentuk untuk didalamnya disusun fakta-fakta secara nyata. Untuk memperkuat hipotesa dibutuhkan dua bahan-bahan bukti :
a.Bahan-bahan keterangan yang diketahui harus cocok dengan hipotesa tersebut. b.Hipotesa itu harus meramalkan bahan-bahan yang dapat diamati yang memang demikian keadaannya. Pada metode ilmiah dibutuhkan proses peramalan dengan deduksi. Deduksi pada hakikatnya bersifat rasionalistis dan merupakan suatu faktor penting didalam metode ilmiah.
D.Kesimpulan.
Berdasarkan keterangan dari kelima metode tersebut dapat tergambar bahwa masing-masing metode mengklaim dirinyalah yang paling bagus dan berhak diakui sebagai metode epistemologi yang cocok. Hal demikian akan menyebabkan selalu timbul permasalahan epistemologi. Masing-masing metode epistemologi bagus dan cocok menurut kerangka dan pola epistemologi mereka masing-masing. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa masalah epistemologi adalah masalah yang berkaitan
dengan eksistensi epistemologi dan hal ini sangat penting dalam mengantarkan manusia berpengetahuan.
Sabtu, 24 Desember 2011
MENTORING AGAMA ISLAM
Membangun Konsep Diri
Sejatinya seorang muslim ibarat pohon yang berakar kuat menghujam bumi, batangnya kokoh, dahannya menjulang ke langit, dan buahnya banyak serta berkualitas baik. Ketiganya saling terkait. Akar yang kuat, menopang batang yang kokoh sehingga dahannya bisa panjang dan menjulang kemudian ketika berbuah pohonnya tetap kokoh, tidak roboh meskipun digantungi buah yang banyak. Buahnya pun manis-manis, berkualitas baik. Inilah gambaran muslim yang sukses, ketika dia menghasilkan buah yang berkualitas baik, dalam jumlah yang banyak pula. Dalam bahasa rasulullah Muhammad SAW disebut sebagai orang yang terbaik, yaitu yang paling bermanfaat bagi orang lain.Dalam bukunya, Steven Covey mengistilahkan kesuksesan ini dengan pribadi efektif, pribadi yang dapat mencapai tujuan. Sementara Anis Matta menggambarkan orang sukses sebagai orang yang berkontribusi banyak sesuai keahliannya.
Dilihat dari kacamata manajemen diri, akar pohon adalah konsep diri. Batang adalah kepribadian dan perilaku, sementara buah adalah amal.
Untuk menjadi muslim sejati atau yang digambarkan sebagai pohon yang berakar kuat, berbatang kokoh, dan berbuah banyak tadi, setidaknya ada tiga hal yang perlu kita lakukan :
1. Mengetahui model manusia muslim yang ideal
2. Mengetahui diri kita dengan baik
3. Mengadaptasikan model ideal kepada diri kita.
Langkah pertama yaitu kita coba ketahui bagaimana Model Manusia Muslim yang Ideal. Setidaknya, ada sepuluh karekter manusia muslim yang ideal:
1. Beraqidah lurus, sesuai dengan apa yang dibawa oleh Rasulullah dalam Al qur`an dan sunah. Menjauhi syirik, tahayul, sihir, jampi yang sesat.
2. Beribadah secara benar, sesuai dengan apa yang dicontohkan Rasulullah Muhammad SAW serta menjauhi bid`ah
3. Berakhlaq baik
4. Berbadan sehat dan kuat
5. Berwawasan luas, intelek, dan cerdas
6. Berjuang melawan hawa nafsu dan menggiring hawa nafsunya sesuai ajaran Islam
7. Pandai mengatur waktu
8. Profesional dalam mengerjakan tugas-tugasnya.
9. Memiliki kemampuan untuk mandiri dan kuat secara ekonomi, dapat membiayai diri dan orang-orang yang menjadi tanggungannya, juga menunaikan hak ekonomi dalam agama (zakat, infaq, sedekah)
10. Bermanfaat bagi orang lain, sesuai hadits Rasulullah,- Diriwayatkan dari Jabir, Rasulullah saw bersabda, “Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan Daruquthni).
Langkah yang kedua, yaitu mengetahui diri kita dengan baik atau memiliki konsep diri.
Konsep diri adalah cara pandang seseorang terhadap dirinya, juga nilai-nilai yang dianutnya. Visi, misi, cita-cita, sifat (kekuatan dan kelemahan), merupakan bagian dari konsep diri. Membangun konsep diri membantu kita merencanakan kesuksesan ke depan. Bahkan salah satu ekspresi yang kuat dari bertakwa adalah merencanakan pengembangan diri kita.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepadaAllah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Hasyr : 18)
Visi dan misi
Sederhananya, visi adalah tujuan atau sasaran yang ingin dicapai sementara misi adalah cara untuk mencapai visi itu sendiri. Visi adalah jawaban atas pertanyaan `What` sementara misi adalah jawaban dari pertanyaan `Why` dan `How`. Tentu saja konsep hidup kita sangat berpengaruh dalam penentuan visi dan misi. Sebagai muslim yang mengimani kehidupan abadi setelah mati, tentu saja visi dan misi akan jauh lebih panjang melibatkan akhirat, daripada mereka yang berorientasi dunia semata.
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu [kebahagiaan] negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari [keni’matan] duniawi dan berbuat baiklah [kepada orang lain] sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di [muka] bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qashas:77).
Cita –cita dan Target
Cita-cita lebih berorientasi pada kesuksesan hidup di dunia, tetapi tetap dalam bingkai visi dan misi. Cita-cita melibatkan unsur profesi, kemampuan, dan kondisi luar yang mendukung. Cita-cita berjangka lebih pendek dari visi. Sementara target adalah hal yang ingin dicapai dalam jangka waktu tertentu. Target juga merupakan tahapan dalam mencapai cita-cita. Untuk mempermudah, target disusun dengan batasan waktu. Misalnya target 20 tahun ke depan, target 10 tahun, target 5 tahun, dan target tahunan. Cita-cita dan target merupakan rencana dari kontribusi kita.
Analisa Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Tantangan diri
Menganalisa kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan diri akan memudahkan kita menyusun rencana hidup. Nilailah diri kita baik dari sisi positif maupun negatifnya. Gali segala potensi-potensi yang dimiliki baik yang berskala besar maupun yang kecil. Bakat, minat, keterampilan dan hal-hal positif lainnya perlu diinventarisir dengan lengkap. Lihatlah dan amati dengan seksama segala kelebihan spesifik yang dimiliki dibandingkan orang lain. Jangan ragu dan malu untuk mengungkapkan kehebatan kita serta mencatatnya.
Begitu pula kelemahan dan kekurangan yang ada dalam diri kita. Inventarisir semua yang ada baik dengan yang telah menjadi karakter maupun yang akan menimbulkan potensi-potensi negatif kedepannya. Inventaris sisi positif dan negatif diri kita ini juga bisa dilakukan dari sisi orang lain, dengan meminta pendapat atau masukan dari orang-orang di sekitar kita.
Namun, jangan terlalu bangga dengan pujian, juga jangan patah semangat oleh kritikan. Ada sebuah doa yang diajarkan oleh Abu Bakar Assidiq ra. : `Ya Allah ampunilah aku atas apa yang mereka tidak ketahui tentang aku, dan jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka duga`.
Langkah ketiga, yaitu mengadaptasikan model manusia ideal kepada diri kita. Selain melihat 10 kriteria di atas, kita perlu menggali ilmu lebih dalam tentang Rasulullah. Membaca dan mempelajari siroh nabi dan para sahabat. Mereka lah manusia pilihan, role model kita. Selanjutnya, terbukalah terhadap masukan yang bisa meningkatkan kualitas diri kita.
Sebagai contoh, `7 Habits of Highly Effective Peolple` yang diambil dari buku Steven Covey, akan memberi pencerahan dalam peningkatan kualitas diri ini. Secara ringkas, tujuh kebiasaan itu adalah :
1. Bersikap proaktif, yang artinya memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan sesuai prinsip yang kita anut, menjadi daya dorong kreatif bagi diri sendiri, dan bertanggungjawab atas setiap perilaku kita.
2. Merujuk pada tujuan akhir, atau visi dan misi.
3. Mendahulukan yang utama, memiliki skala prioritas dalam berbagai hal
4. Berfikir menang-menang (win-win solution), bersikap adil
5. Berusaha memahami terlebih dahulu, baru dipahami orang lain. Berkomunikasi secara efektif.
6. Mewujudkan sinergisitas, mengatasi masalah dengan meminimalisir perbedaan dan memanfaatkan peluang agar hasilnya sinergi. Hasil yang sinergi berarti bukan hanya menguntungkan keduabelah pihak tapi juga memberikan hal yang lebih (1+1 bukan hanya =2, tapi bisa jadi 3, 4, bahkan 5 dst).
7. Mengasah gergaji, yaitu memperbaharui diri terus menerus, terutama dalam 4 hal : fisik, emosional / sosial, mental, dan rohani.
Menyeimbangkan Peran
Masih dalam langkah ketiga, setelah memilki visi, misi, cita-cita, target ke depan, dan menganalisa diri, coba seimbangkan dengan peran kita miliki. Buatlah list yang berisi peran apa saja yang sedang kita mainkan. Kemudian peran apa yang kita idamkan, masing-masing peran tadi disusun lagi targetnya. Berdasarkan waktu lebih baik. Buat turunannya supaya langkah-langkahnya bisa direalisasikan. Jangan lupa pertimbangkan kondisi dan lingkungan, supaya rencana kita tidak mengawang-awang. Semoga setiap peran tadi akan berbuah manis, bermanfaat buat sesama.
—ooo–
Sumber
1. Anis Matta Lc, Model Manusia Muslim Abad 21, Al Manar, 2004
2. Covey, Stephen R., ‘ 7 Habits of Highly Effective People
3. Drucker, Peter F., Management Challenges for 21st Century, Harper Collins, 1999
4. Satria Hadi Lubis, Kumpulan Tulisan dan Materi Presentasi
Sumber: http://www.facebook.com/groups/189969291018932/doc/221184631230731/
Langganan:
Postingan (Atom)